TUGAS
PKN
KASUS
PELANGGARAN HAM
DISUSUN
OLEH :
1.
AKIFAH AGTRIA
2. FIRDA NAROLITA
3.
ANNISA FAJAR\4. NIDAR RANI
5. NASYA HIDAYATUZ H.N
6.
SITI FATIMAH
KELAS
XII MIA 4
SMA
NEGERI 1 PANGKALAN KERINCI
TP:2015/2016
Pengertian
Pelanggaran HAM
Pelanggaran ham adalah sesuatu hal yang
merugikan dan memandang rendah martabat seseorang manusia. pelanggaran ham
berupa 3 aspek yakni: 1. sadar ( aspek ini biasanya dikarenakan iri, dendam,
dll)
2. tidak
sadar ( contohnya berkata menyakitkan tanpa disadari)
3. tidak sadar tapi tahu ( aspek ini biasanya
dikarenakan dendam yang dipendam dan ia mengkonsumsi barang yang membuat
kehilangan kesadaran dirinya sendiri. contoh pelanggaran ham: segala
penganiayaan, pengejekan, penindasan, ataupun sifat yang merendahkan orang
lain.
KASUS PELANGGARAN HAM DI INDONESIA
1.
Pembantaian Rawagede (1945)
Pembantaian Rawagede
merupakan pelanggaran HAM yang terjadi penembakan dan pembunuhan penduduk
kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang, Jawa Barat)
oleh tentara Belanda tanggal 9 Desember 1945 bersamaan dengan Agresi Militer
Belanda I. Akibatnya puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda yang
kebanyakan dibunuh tanpa alasan yang jelas. Tanggal 14 September 2011,
Pengadilan Den Haaq menyatakan pemerintah Belanda bersalah dan harus
bertanggung jawab dengan membayar ganti rugi kepada para keluarga korban
pembantaian Rawagede.
2.
Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus pelanggaran HAM. Bermula dari warga Tanjung
Priok, Jakarta Utara berdemonstrasi yang rusuh antara warga dengan kepolisian
dan anggota TNI yang mengakibatkan sejumlah warga tewas dan luka-luka.
Peristiwa yang terjadi tanggal 12 September 1984. Sejumlah warga dan aparat
militer dialidi atas tuduhan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Peristiwa ini
dilatar belakang pada masa Orde Baru.
3.
Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa
Aceh terjadi sejak tahun 1990 yang memakan korban baik di pihak aparat maupun
penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh tersebut diduga dari unsur
politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang berkeinginan Aceh untuk
merdeka.
4.
Pembantaian Santa Cruz (1990)
Kasus yang masuk
dalam kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian oleh militer atau
anggota TNI dengan menembak warga sipil di pemakaman Santa Cruz, Dili, di
Timor-Timur tanggal 12 November 1991. Kebanyakan warga sipil sedang menghadiri
pemakanan rekannya di pemakaman Santa Cruz ditembak anggota Militer Indonesia.
Puluhan demonstran yang kebanyakan mahasiswa dan warga sipil mengalami
luka-luka dan sampai meninggal. Peristiwa ini murni pembunuhan anggota TNI dan
aksi menyatakan TImor-Timur keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan membentuk negara sendiri.
5.
Kasus Pembunuhan TKW, Marsinah (1993)
Marsinah merupakan
tenaga kerja di PT. Catur Putra Surya
(CPS) di Porong, Sidoarjo, Jawa imur. Latar belakang peristiwa tersebut adalah
ketika Marsinah dan teman-temannya unjuk rasa, yang menuntuk kenaikan upah
buruh tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Masalah tersebut semakin bertambah runyam
ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya, dan sampai
akhirnya tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia. Mayatnya
ditemukan di hutan Dusun Jegong, Kecamtan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan
tanda-tanda bekas penyiksaan. Berdasarkan hasil otopsi, diketahui bahwa
Marsinah meninggal karena penganiayaan berat.
6.
Peristiwa 27 Juli 1996
Peristiwa yang
disebabkan dari pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan mengambil
alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat tanggal 27 Juli 1996. Massa mulai
melempari batu dan bentkrok ditambah lagi kepolisian dan anggota TNI dan ABRI
datang bersama pansernya. Kerusuhan tersebut meluas sampai ke jalan-jalan,
massa mulai merusak bangunan dan rambu-rambu lalu lintas. Dikabarkan bahwa lima
orang meninggal dunia, terdapat puluhan orang baik sipil maupun aparat
mengalami luka-luka dan beberapa ditahan. Berdasarkan KOMNAS HAM peristiwa ini
terbukti pelanggaran HAM.
7.
Peristiwa Penembakan Peristiwa Trisakti (1997)
Kasus penembakan
mahasiswa Trisakti merupakan sebagian kasus penempakan para mahasiswa yang
sedang berdemonstrasi oleh anggota polisi dan militer. Peristiwa trisakti
dilatar belakangi dari demonstrasi mahasiswa trisakti ketika Indonesia
mengalami Krisis Finansial Asia tahun 1997 menuntut presiden Soeharto mundur
dari jabatannya. Dikabarkan, peristiwa ini terdapat puluhan mahasiswa mengalami
luka-luka, sebagian meninggal dunia karena ditembak peluru oleh anggota polisi
dan militer.
8.
Kasus Dukun Santet di Banyuwangi (1998)
Peristiwa beserta
pembunuhan yang terjadi tahun 1998 di banyuwangi yang saat itu tengah
hangat-hangatnya praktetk dukun santet didesa-desa mereka. Banyak warga sekitar
yang melakukan kerusuhan berupa penangkapan dan pembunuhan terhadap orang yang
dituduh sebagai dukun santet. Anggota TNi dan ABRI tidak tnggal diam dan
menyelamatkan yang dituduh dukun santet yang selamat dari amukan warga.
9.
Konflik Sempit (2001)
Konflik
Sampit adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di Indonesia, berawal pada
Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun itu. Konflik ini dimulai di kota
Sampit, Kalimantan Tengah dan meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota
Palangka Raya. Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran
Madura dari pulau Madura. Konflik tersebut pecah pada 18 Februari 2001 ketika
dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak. Konflik Sampit
mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura
kehilangan tempat tinggal. Banyak warga Madura yang juga ditemukan dipenggal
kepalanya oleh suku Dayak.
Latar belakang
Konflik
Sampit tahun 2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah terjadi
beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Konflik besar
terakhir terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600
korban tewas. Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah
program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan
dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia. Tahun 2000, transmigran membentuk 21%
populasi Kalimantan Tengah.Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang
terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah
memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial
di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan.
Ada
sejumlah cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi
mengklaim bahwa ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah Dayak.
Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura dan kemudian
sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar rumah-rumah di permukiman Madura.
Profesor
Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak
dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa anggota mereka diserang.Selain
itu, juga dikatakan bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh
sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di desa Kerengpangi pada 17
Desember 2000. Versi lain mengklaim bahwa konflik ini berawal dari percekcokan
antara murid dari berbagai ras di sekolah yang sama.
Pemenggalan kepala
Sedikitnya 100 warga
Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak selama konflik ini. Suku Dayak
memiliki sejarah praktik ritual pemburuan kepala (Ngayau), meski praktik ini
dianggap musnah pada awal abad ke-20.[7][10]
Respon
Skala pembantaian
membuat militer dan polisi sulit mengontrol situasi di Kalimantan Tengah.
Pasukan bantuan dikirim untuk membantu pasukan yang sudah ditempatkan di
provinsi ini. Pada 18 Februari, suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi
menahan seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu otak pelaku di
belakang serangan ini. Orang yang ditahan tersebut diduga membayar enam orang
untuk memprovokasi kerusuhan di Sampit. Polisi juga menahan sejumlah perusuh
setelah pembantaian pertama. Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung kantor
polisi di Palangkaraya sambil meminta pelepasan para tahanan. Polisi memenuhi
permintaan ini dan pada 28 Februari, militer berhasil membubarkan massa Dayak
dari jalanan, namun kerusuhan sporadis terus berlanjut sepanjang tahun.
10.
Bom Bali (2002)
Bom
Bali 2002 (disebut juga Bom Bali I)adalah rangkaian tiga peristiwa pengeboman
yang terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002. Dua ledakan pertama
terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali,
sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat,
walaupun jaraknya cukup berjauhan. Rangkaian pengeboman ini merupakan
pengeboman pertama yang kemudian disusul oleh pengeboman dalam skala yang jauh
lebih kecil yang juga bertempat di Bali pada tahun 2005. Tercatat 202 korban
jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera, kebanyakan korban merupakan wisatawan
asing yang sedang berkunjung ke lokasi yang merupakan tempat wisata tersebut.
Peristiwa ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah
Indonesia.
Peristiwa
bom bali terjadi karena aksi terorisme terbesar di Indonesia di tahun 2002. Bom
diledakkan di kawasan Legian Kuta oleh sekelompok jaringan teroris. Peledakan
bom tersebut memakan korban meninggal dunia sebanyak 202 orang baik turis asing
hingga warga lokal yang berada di sekitar lokasi. Akibat dari peristiwa ini,
memicu tindakan terorisme dan membuat panik seluruh warga Indonesia.
Tim
Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri yang telah dibentuk untuk
menangani kasus ini menyimpulkan, bom yang digunakan berjenis TNT seberat 1 kg
dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX berbobot antara 50-150 kg.
Peristiwa
ini memicu banyak dugaan dan prasangka negatif yang ditujugan kepada lembaga
pesantren maupun lembaga pendidikan Islam lainnya, disebabkan banyak masyarakat
yang menggeneralisasi lembaga keagamaan dan mencurigai bahwa terjadi pencucian
otak di dalam pesantren, walaupun belum ada bukti signifikan yang ditemukan
atas isu tersebut.
Peristiwa
Bom Bali I ini juga diangkat menjadi film layar lebar dengan judul Long Road to
Heaven, dengan pemain antara lain Surya Saputra sebagai Hambali dan Alex
Komang, serta melibatkan pemeran dari Australia dan Indonesia.
11.
Kasus Munir (2004)
Pembunuhan
Munir Sebelas tahun silam, tepatnya pada 2004, Indonesia dikejutkan oleh
meninggalnya seorang aktivis HAM, Munir Saib Thalib. Kematianya menimbulkan
kegaduhan politik yang menyeret Badan Intelijen Negara (BIN) dan instituti
militer negeri ini. Berdasarkan hasil autopsi, diketahui bahwa penyebab
kematian sang aktivis yang terkesan mendadak adalah karena adanya kandungan
arsenik yang berlebihan di dalam tubuhnya.
Munir meninggal ketika melakukan
perjalanan menuju Belanda. Ia berencana melanjutkan studi S2 Hukum di Universitas
Utrecht, Belanda, pada 7 September 2004. Dia menghembuskan nafas terakhirnya
ketika pesawat sedang mengudara di langi Rumania.
Kronologi Kasus Munir
Hak yang di langgar dalam kasus munir adalah
pelanggaran hak untuk hidup. Banyak orang yang terlibat dalam kejadian itu.
Orang pertama yang menjadi tersangka pertama pembunuhan Munir (dan akhirnya
terpidana) adalah Pollycarpus Budihari Priyanto. Selama persidangan, terungkap
bahwa pada 7 September 2004, seharusnya Pollycarpus sedang cuti. Lalu ia
membuat surat tugas palsu dan mengikuti penerbangan Munir ke Amsterdam. Aksi
pembunuhan Munir semakin terkuat tatkala Pollycarpus ‘meminta’ Munir agar
berpindah tempat duduk dengannya. Sebelum pembunuhan Munir, Pollycarpus
menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh
agen intelijen senior. Dan pada akhirnya, 20 Desember 2005 Pollycarpus BP
dijatuhi vonis 20 tahun hukuman penjara. Meskipun sampai saat ini, Pollycarpus
tidak mengakui dirinya sebagai pembunuh Munir, berbagai alat bukti dan skenario
pemalsuan surat tugas dan hal-hal yang janggal.
Penyelesaian
Kasus Munir merupakan contoh lemahnya penegakan HAM di Indonesia. Kasus Munir
juga merupakan hasil dari sisa-sisa pemerintahan orde baru yang saat itu lebih
bersifat otoriter. Seharusnya kasus Munir ini dijadikan suatu pelajaran untuk
bangsa ini agar meninggalkan cara-cara yang bersifat otoriter k arena setiap
manusia atau warga Negara memiliki hak untuk memperoleh kebenaran, hak hidup,
hak memperoleh keadilan, dan hak atas rasa aman. Sedangkan bangsa Indonesia
saat ini memiliki sistem pemerintahan demokrasi yang seharusnya menjunjung
tinggi HAM seluruh masyarakat Indonesia.
12.
Penculikan Aktivis
Kasus
penculikan aktivis dan penghilangan secara paksa para aktivis pro demokrasi.
Terdapat 23 aktivis pro demokrasi diculik, disiksa dan menghilang, walaupun
terdapat satu orang terbunuh, 9 aktivis dilepaskan dan 13 aktivis masih belum
diketahui keberadaannya sampai sekarang. Diyakini bahwa mereka diculik dan
disiksa oleh anggota Militer.
0 komentar:
Posting Komentar